AS Tidak Akan Pernah Menang Lawan Afghanistan


KABUL - Uni Soviet tidak pernah menang melawan Afghanistan, dan kini Amerika Serikat (AS) akan mengalami nasib yang sama dengan misi yang sia-sia yang sudah berjalan sembilan tahun, 50 hari.

Pada hari Jumat ini, koalisi yang dipimpin AS telah memerangi negara Asia Selatan ini dengan kurun waktu yang sama dengan apa yang pernah dilakukan oleh Soviet dalam usahanya untuk membangun negara sosialis. Tujuan kedua negara tersebut menginvasi Afghanistan memiliki tujuan berbeda, tapi walaupun mereka memiliki misi yang berbeda hasilnya tetap terlihat sama.

Misi yang dilakukan AS dan sekutunya dimulai pada 7 Oktober 2001 yang direncanakan misi yang singkat, dengan tujuan untuk menangkap pimpinan Al Qaeda Osama bin Laden dan Taliban malah berubah menjadi misi yang panjang tak berkesudahan. Kini sekira 100 ribu pasukan NATO berperang melawan berkembangnya pemberontakan dan juga membantu mengembangkan demokrasi yang baru lahir.

Penilaian yang diberikan oleh Pentagon pada awal minggu ini memberikan gambaran bahwa setelah AS menambah 30 ribu pasukannya ke Afghanistan sebagai suatu hal yang rapuh.

Sementara komandan militer AS di Afghanistan Jend. David Patraeus mengatakan bahwa tujuan utama NATO adalah untuk memastikan bahwa Afghanistan tidak lagi menjadi tempat berlindung bagi Al Qaeda dan juga ekstrimis transnasional yang terlibat serangan 9/11.

Ketika Uni Soviet menginvasi Afghanistan pada 27 Desember 1979, tujuan utamanya adalah untuk merubah Afghanistan menjadi negara sosialis yang modern. Soviet berusaha untuk menopang rezim komunis yang tengah menghadapi pemberontakan, tapi akhirnya Soviet mengalami kekalahan telak pada 15 Februari 1989.

Pada tahun 1992, pemerintahan pro-Moscow dari Mohammad Najibullah tumbang dan pemberontakan yang didukung oleh AS akhirnya mengambil alih kekuasaan. Taliban akhirnya berkuasa dengan hukum Islam yang sangat ketat hingga akhirnya digulingkan kembali oleh invasi yang dipimpin AS.

Seorang analis berkebangsaan Afghanistan Nader Nadery yang mempelajari invasi Soviet dan AS mengatakan, "waktunya mungkin sama bagi kedua konflik, tapi kondisi yang membedakan," ujarnya seperti dilansir Associated Press, Jumat (26/11/2010).

Seorang senior di Brookings Institution, Michael O'Hanlon, mengatakan bahwa NATO telah membunuh sekira 10 ribu warga sipil dan pemberontak dengan jumlah yang tak terhingga.

Amerika Serikat sendiri berjanji bahwa komitmennya di Afghanistan akan berakhir pada 2014 pada saat pasukan NATO bertransisi memiliki peran untuk tidak berperang.
Email: rizky.prawinto@gmail.com
Facebook Page: Rizky Prawinto Page
Facebook Profile: Rizky Prawinto
Instagram: @rizkyprawinto
Linkedin: Rizky Prawinto
Pinterest: rizkyprawinto