Kiamat Lalu Lintas Jakarta


KEMACETAN. Sebuah Kata yang sudah melekat erat pada ibu kota Jakarta. Jika diibaratkan penyakit, kemacetan di Jakarta seperti kanker yang sudah sangat kronis, sulit disembuhkan dan perlu biaya besar untuk menyembuhkannya.

Hal ini sudah terjadi bertahun-tahun dan semakin memburuk setiap tahunnya bahkan sampai detik ini. Beberapa ahli memperkirakan, tahun 2014 lalu lintas Jakarta akan lumpuh total akibat ketimpangan rasio pertambahan jumlah kendaraan dengan pertambahan ruas jalan, bahkan mungkin bisa terjadi lebih cepat. Ketika itu terjadi, maka 'kiamat'-lah lalu lintas Jakarta.

Kerugian yang ditimbulkan oleh kemacetan sangat besar. Pemborosan BBM akibat berjibaku di kepadatan lalu lintas, polusi udara yang terus meningkat, dan waktu serta stamina yang terbuang sia-sia di jalan, belum termasuk kerugian nonmateril seperti emosi yang mudah tersulut, efisiensi dan produktivitas yang menurun, serta kualitas hidup warga yang ikut memburuk.

Bayangkan jika terjadi keadaan darurat seperti kebakaran, mobil pemadam kebakaran tidak bisa lekas sampai ke lokasi, atau misalnya orang yang sakit dan membutuhkan pertolongan cepat malah terhambat. Bayangkan juga seorang ibu hamil yang akan melahirkan, namun tak dapat segera tertangani karena macet. Apakah ibu tersebut harus melahirkan di jalan?

Apa sebenarnya penyebab kemacetan? Mari kita telusuri satu per satu. Sebagian menuding kendaraan pribadi yang semakin banyak, menurut data Samsat DKI tahun 2009 saja terdapat lebih dari empat juta unit mobil dan enam juta unit sepeda motor di Jakarta, bahkan setiap hari sekitar 200 unit kendaraan baru didaftarkan di Samsat DKI. Mengapa warga berbondong-bondong membeli kendaraan pribadi?

Jawabannya tentu saja karena pelayanan transportasi umum yang sangat tidak aman dan nyaman. Ada yang menyebut kemacetan terjadi karena tidak tersedia angkutan umum yang aman, nyaman, murah, dan cepat. Tahun 2004 mantan Gubernur DKI Sutiyoso ‘menghadiahkan’ warga Jakarta dengan Busway yang digembar-gemborkan sebagai ‘solusi kemacetan’, namun setelah berjalan enam tahun pelayanannya semakin menurun.

Pengguna TransJakarta bertambah, namun armada bus yang tersedia berkurang, setiap jam sibuk penumpang berjejal seperti ikan sarden kalengan. Memilih menggunakan bus kota atau angkot? Aduh, semua orang sudah tahu bahwa keduanya adalah raja jalanan, dengan alasan kejar setoran, mereka seolah bebas untuk melanggar semua aturan lalu lintas yang pada akhirnya juga menyebabkan kemacetan.

Kendaraan umum yang aman, nyaman, cepat, dan murah sangat didambakan warga Jakarta. Seandainya pemerintah serius untuk mewujudkannya bukan tidak mungkin tahun-tahun ke depan lalu lintas Jakarta menjadi lebih lancar. Para commuter pelan-pelan akan meninggalkan kendaraan pribadinya di rumah dan memilih untuk menggunakan kendaraan umum. Memang membutuhkan waktu untuk mewujudkannya, tapi better late than never.
Email: rizky.prawinto@gmail.com
Facebook Page: Rizky Prawinto Page
Facebook Profile: Rizky Prawinto
Instagram: @rizkyprawinto
Linkedin: Rizky Prawinto
Pinterest: rizkyprawinto