Pada tanggal 23
Januari 2012 bertepatan dengan hari raya Imlek yang kebetulan merupakan hari
libur nasional gw bersama Dea bingung juga mau ngabisin hari libur ini kemana
di Palembang ini. Sebenernya kita emang ngga ada niat untuk jalan-jalan tapi
keadaan yang memaksa kita (hahaha) karena kebetulan di penginapan waktu itu
terkena dampak pemadaman listrik oleh PLN.
Ya iseng sore kita pergi tuh buat cari pempek, tapi setelah keliling-keliling
toko pempeknya pada tutup sampai akhirnya kita nemu pempek Selamat yang tetap
buka hehe, karena waktu itu udah menjelang malam nanggung lah kalo cari makanan
yang rada berat secara tadi baru makan pempek. Akhirnya kita memutuskan untuk
jalan-jalan dulu di tepi sungai Musi yang kebetulan terdapat juga benteng Kuto
Besak. Nah disini petualangan sebagai wisatawan domestik dimulai
hahaha. Oh iya gw mengucapkan Gong Xi Fa Cai kepada teman-teman yang
merayakannya.
Seperti dikutip dari id.wikipedia.org Kuto Besak adalah
bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Gagasan
mendirikan Benteng Kuto Besak diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang
memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan
oleh penerusnya yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang
memerintah pada tahun 1776-1803. Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang
tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam
perdagangan internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang
sebagai pusat sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai sultan, ia
pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak
sebagai nieuwe keraton alias keraton baru. Benteng ini mulai
dibangun pada tahun 1780 dengan arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan
pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa. Semen
perekat bata menggunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan
ditambah dengan putih telur. Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak
ini kurang lebih 17 tahun. Keraton ini ditempati secara resmi pada hari Senin
pada tanggal 21 Februari 1797.
Setelah itu kita juga sempat berjalan di tepi sungai Musi yang sangat ramai
oleh masyarakat Palembang mungkin seperti keramain di Monas ya. Di tepi sini
banyak orang berdagang mainan, kalung, sampai makan di atas perahu. Dari sini
juga kita bisa melihat kemegahan jembatan Ampera yang terkenal itu dengan
megahnya. Lagi-lagi momen ini ngga kita sia-siain untuk berfoto sejenak hehe.
Nah kalo
ini mungkin rada ngga penting yaa.. waktu kita masih di depan benteng Kuto
Besak kita ngelihat gerobak lagi nganggur hehe. Nah gerobak ini deh yang kita
isengin buat jadi objek keisengen gw & Dea.
Setelah
asyik bermain dengan gerobak lanjut deh kita cari tempat foto yang lain hahaha
(benar-benar ngga ada kerjaan). Tujuan kita selanjutnya yaitu kantor walikota
Palembang, di kantor walikota ini sendiri ini berdiri megah dengan
diatasnya ada lampu sorot yang berputar-putar. Menambah rasa ingin mengabadikan
momen tersebut.
Setelah asyik foto di dekat kantor walikota Palembang muncul keisengan foto di
halte bus yang lagi kosong hehe. Nah difoto-foto ini kami tersadar bahwa bakat
jadi model sebenarnya ada di gw hahaha. Kapan lagi foto-foto di halte bus &
tangga setengah jadi kaya gini. mumpung lagi sepi :p
Nah ini perjalanan terakhir malam ini yaitu Masjid Agung Palembang. Berfoto di
tengah air mancur dengan latar belakang Masjid Agung Palembang ini ngga bisa
terlalu lama, karena kebetulan pada saat itu hujan mulai turun, jadi buru-buru
deh fotonya. Yah kegiatan malam ini lumayan mengisi libur yang singkat
ini :)