Beradaptasi dengan Teknologi

Sumber gambar: http://refratec2000.com/

Beberapa hari terakhir ini demo para oknum supir taksi kepada alat tranpostasi berbasis online yang berujung rusuh menarik banyak respon dari masyarakat. Namun mayoritas dari masyarakat mengecam aksi dari para supir taksi ini.

Dari sudut pandang masyarakat layanan transportasi online sendiri sangat membantu mereka karena alasan nyaman, tarif terjangkau, dan lain sebagainya. Kadang masyarakat jengkel dengan para pengemudi taksi yang dengan seenaknya menolak untuk mengantarkan ke tujuan dengan alasan jauh ataupun macet.

Dari sudut pandang supir taksi sendiri, kehadiran para penyedia jasa transportasi online ini menggerus pendapatan mereka. Dengan pendapatan yang makin berkurang tentu akan memicu masalah ekonomi bagi keluarga para sopir tersebut. Mereka menganggap bahwa kehadiran para penyedia transportasi online tersebut adalah ilegal.

Nah dalam hal ini pemerintah harus membuat peraturan agar antara jasa transportasi tradiosnal dan online dapat berjalan bersama dengan persaingan yang adil.

Fenomena perubahan gaya hidup masyarakat seiring dengan kemajuan teknologi sendiri sudah berlangsung jauh sebelum ribut-ribut transportasi online. Contoh yaitu layanan berkirim surat lewat pos sekarang kita dengan mudah mengirim surat lewat email, lalu kita ingat dulu banyak sekali jasa cuci cetak foto sekarang masyarakat lebih suka menyimpan foto secara digital, ada juga dulu kita mengirim pesan ke teman atau keluarga melalui SMS namun saat ini banyak layanan instant messenger yang bisa digunakan bukan hanya mengirim teks namun juga suara, gambar, maupun video. Kita juga saat ini pasti lebih sering membeli tiket pesawat atau hotel melalui internet dibandingkan dengan travel agent.

Perubahan gaya hidup karena teknologi ini sendiri tidak dapat dihindari tapi harus dihadapi oleh kita semua dengan beradaptasi. Akan sulit jika kita menolak mentah-mentah kehadiran berbagai layanan baru yang mempermudah hidup kita.

Saat ini menurut bapak Rhenald Kasali sendiri fenomena sharing economy seperti ini memicu terjadinya efisiensi dan perubahan pola pikir. Jika selama ini kita berpikir untuk mendirikan usaha diperlukan modal besar dan memiliki asset yang bisa dimiliki & dikuasai. Namun saat ini kita dapat membuat usaha dengan modal secukupnya namun asset yang kita punya tidak bersifat dimiliki & dikuasai. Sebagai contoh di bidang transportasi seperti Uber, Grab, Go-jek, Lyft dan lain sebagainya bisa menjalankan usaha di layanan transportasi ini tanpa memiliki kendaraan dan pool armada seperti taksi konvensional pada umumnya sehingga biaya operasional yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Ada juga layanan Airbnb yang mengajak pemilik tempat tinggal untuk menyewakan rumahnya kepada turis, nah dengan Airbnb sendiri mereka bisa menyediakan jasa penginapan tanpa harus membangun hotel, kos, dan hostel.

Jika tidak mau tergerus oleh kemajuan teknologi banyak hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan konvensional yaitu dengan menggandeng layanan online yang lebih modern sehingga bisa mereka bisa tumbuh bersama. Contoh JNE menjalin banyak e-commerce dalam pengiriman barang dari toko online ke pelanggan, LEGO yang hampir bangkrut karena video game namun bisa bangkit karena merilis video game dan film, para pelaku usaha kecil dan menengah juga mampu meningkatkan jaringan pemasarannya dengan berjualan online dan masih banyak lagi contohnya.

Untuk itu pemerintah harus membuat aturan mainnya jelas agar perusahaan konvensional, online maupun masyarakat tidak dibuat bingung. Perubahan memang tidak dapat dihindari untuk itu kita semua harus hadapi, beradaptasi dan berinovasi agar terus relevan seiring berjalannya waktu.
Email: rizky.prawinto@gmail.com
Facebook Page: Rizky Prawinto Page
Facebook Profile: Rizky Prawinto
Instagram: @rizkyprawinto
Linkedin: Rizky Prawinto
Pinterest: rizkyprawinto