Berbeda Itu Indah!


JAKARTA, KOMPAS.com — Ada rasa senang dalam diri Abdul Gofur setelah Kelompok Kerja Forum Komunikasi Antar Umat Beragama atau FKUB di Tanah Abang terbentuk. Setidaknya, ada satu langkah untuk meneruskan solidaritas hidup di masyarakat yang plural, seperti halnya di Tanah Abang.

Kelompok Kerja (Pokja) FKUB Tanah Abang merupakan yang pertama di tingkat kecamatan. Selama ini, FKUB baru terbentuk di tingkat Kota Jakarta Pusat. Pokja FKUB dirintis sekitar awal Agustus oleh Camat Tanah Abang Edy Supriadi dan Kapolsek Tanah Abang Komisaris Hendra Gunawan.

”Selama ini memang tidak ada kekerasan karena beda agama di Tanah Abang. Namun, potensi itu tetap ada. Upaya antisipasi kerusuhan karena agama itu sebaiknya ditangani spesifik oleh orang-orang yang ahli di bidang agama itu. Maka, pokja ini terbentuk,” ujar Hendra, Rabu (22/9/2010) malam, saat peresmian pokja di halaman Kantor Camat Tanah Abang.

Abdul Gofur didapuk sebagai ketua pokja. Saat menerima jabatan, Gofur, yang tinggal di kawasan Palmerah, belum mengetahui secara persis detail kegiatan yang bakal digarapnya bersama 19 pengurus pokja. Namun, ya itu tadi, dia merasa senang bisa melakukan sesuatu untuk membantu meneruskan kerukunan hidup antarumat beragama di Tanah Abang.

”Rencananya kami akan bersilaturahim ke tempat-tempat ibadah yang ada di Tanah Abang. Ini semacam kegiatan perkenalan sekaligus awal untuk membangun kebersamaan,” ucap Gofur.

Kegiatan pokja kemungkinan besar tidak hanya berkutat seputar masalah keagamaan, tetapi juga menyangkut masalah sosial. Ada juga harapan atas pokja ini, yakni agar pokja bisa menghentikan tawuran antarwarga yang masih saja terjadi.

Saling berbagi

Dukungan atas berdirinya pokja ini juga disampaikan Pendeta Josafat Mesach dari Gereja Bethel di Petamburan. Josafat mengaku, potensi kekerasan antarumat beragama masih ada. Apalagi Tanah Abang merupakan salah satu sentra kegiatan ekonomi di Jakarta Pusat. Apabila toleransi dan persaudaraan tidak segera dibangun, salah-salah perselisihan bisnis bisa melebar ke urusan lain, termasuk agama. ”Harapan saya, pokja ini bisa menjadi tempat untuk saling berbagi informasi antarkelompok agama yang berbeda sehingga tercipta saling pengertian,” tutur Josafat yang juga salah seorang anggota pokja.

Pengertian itu tidak hanya muncul lewat seremonial. Pastor Thomas Ulun Ismoyo Pr dari Gereja Kristus Raja, Pejompongan, berharap, suasana kebersamaan yang sudah mulai mengerucut di tingkat kecamatan juga dijabarkan hingga ke RT atau RW. ”Di tingkat pusat sudah ada FKUB. Saya harap kebersamaan itu dikomunikasikan juga sampai ke tingkat RT agar masyarakat di bawah itu juga damai,” ucap Thomas.

Hidup dalam kelompok masyarakat yang majemuk merupakan konsekuensi sebuah kota. Dalam kesempatan terpisah, sosiolog Imam Prasojo berpendapat, sebuah kota bakal menarik setiap orang dari pelbagai latar belakang untuk datang ke situ. Oleh sebab itu, berbagai bangunan juga akan muncul, termasuk tempat ibadah. Di situlah sebenarnya dibutuhkan saling tenggang rasa.

Satu hal, keberagaman memang tidak bisa sekadar acara seremonial belaka. Ada sebuah perasaan yang perlu dibangun untuk bisa menciptakan kehidupan yang mau saling menenggang tetangga yang memilih untuk ”memakai baju yang berbeda”. (Agnes Rita Sulistyowati)
Email: rizky.prawinto@gmail.com
Facebook Page: Rizky Prawinto Page
Facebook Profile: Rizky Prawinto
Instagram: @rizkyprawinto
Linkedin: Rizky Prawinto
Pinterest: rizkyprawinto