VIVAnews - Ratusan korban pada gempa bumi di kota Christchurch masih belum ditemukan, diduga masih tertimbun di reruntuhan bangunan. Seorang korban, sempat mengirimkan beberapa SMS dan melakukan telepon kepada orang tuanya dari dalam reruntuhan, sebelum akhirnya sambungan terputus.
“Ibu, aku terkubur,” itulah bunyi SMS pertama yang diterima oleh ibu dari Louise Amantillo, 23, seorang mahasiswa dari Filipina yang terkubur di reruntuhan kampusnya.
Menurut laporan Associated Press, Jumat, 25 Februari 2011, Amantillo mengirimkan pesan-pesan singkat berisi keadaannya di tiap-tiap menit dia terkubur di bawah puing-puing sekolah bahasa The King’s Education, kota Christchurch, Selandia Baru.
Gempa berkekuatan 6,3 Skala Richter, Selasa lalu, meruntuhkan sekolah yang sebagian besar mahasiswanya berasal dari luar negeri tersebut, diantaranya berasal dari China, Jepang, Filipina, Thailand, Arab Saudi, Taiwan dan Korea. Sebanyak 120 mahasiswa dilaporkan saat ini masih terkubur di reruntuhan, tidak diketahui apakah masih hidup atau tidak.
“Ibu, saya tidak bisa menggerakkan tangan kanan saya,” tulis Amantillo lagi 40 menit kemudian. Diikuti oleh enam SMS berikutnya dalam satu jam, semuanya menceritakan kondisi memilukan dari Amantillo.
“Saya belum diselamatkan, sangat sakit.”
“Tidak ada tim penyelamat di sini.”
“Asapnya sangat tebal.”
Terakhir, Amantillo menelepon ibunya tersebut yang berada di Filipina tengah. “Tolong cepat,” ujar Amantillo kepada ibunya dengan suara lirih. Itu adalah kata-kata terakhir yang dikatakan olehnya. Tidak diketahui apakah Louise Amantillo masih hidup atau tidak, proses pencarian masih terus dilakukan.
“Suaranya bergetar, sepertinya dia ketakutan sekali. Saya tahu dia sangat kesakitan,” ujar Linda Amantillo, ibu dari Louise Amantillo, masih berharap putri kesayangannya tersebut masih hidup.
Proses pencarian korban di reruntuhan masih terus dilakukan. Dilaporkan, korban tewas telah mencapai hingga 113 orang. Terdata, masih terdapat 228 orang yang hilang dan belum diketahui keberadaannya. Para keluarga mahasiswa di Selandia Baru mulai berdatangan dari luar negeri, tanpa tahu kerabat mereka selamat atau tidak.
“Akan ada lebih banyak lagi keluarga yang menerima kabar buruk dalam hari-hari ke depan,” ujar Perdana Menteri Selandia Baru, Murray McCully.
“Ini bukan hanya tragedi bagi Selandia Baru, tragedi ini juga menimpa para keluarga di seluruh dunia,” ujarnya.(np)
• VIVAnews
“Ibu, aku terkubur,” itulah bunyi SMS pertama yang diterima oleh ibu dari Louise Amantillo, 23, seorang mahasiswa dari Filipina yang terkubur di reruntuhan kampusnya.
Menurut laporan Associated Press, Jumat, 25 Februari 2011, Amantillo mengirimkan pesan-pesan singkat berisi keadaannya di tiap-tiap menit dia terkubur di bawah puing-puing sekolah bahasa The King’s Education, kota Christchurch, Selandia Baru.
Gempa berkekuatan 6,3 Skala Richter, Selasa lalu, meruntuhkan sekolah yang sebagian besar mahasiswanya berasal dari luar negeri tersebut, diantaranya berasal dari China, Jepang, Filipina, Thailand, Arab Saudi, Taiwan dan Korea. Sebanyak 120 mahasiswa dilaporkan saat ini masih terkubur di reruntuhan, tidak diketahui apakah masih hidup atau tidak.
“Ibu, saya tidak bisa menggerakkan tangan kanan saya,” tulis Amantillo lagi 40 menit kemudian. Diikuti oleh enam SMS berikutnya dalam satu jam, semuanya menceritakan kondisi memilukan dari Amantillo.
“Saya belum diselamatkan, sangat sakit.”
“Tidak ada tim penyelamat di sini.”
“Asapnya sangat tebal.”
Terakhir, Amantillo menelepon ibunya tersebut yang berada di Filipina tengah. “Tolong cepat,” ujar Amantillo kepada ibunya dengan suara lirih. Itu adalah kata-kata terakhir yang dikatakan olehnya. Tidak diketahui apakah Louise Amantillo masih hidup atau tidak, proses pencarian masih terus dilakukan.
“Suaranya bergetar, sepertinya dia ketakutan sekali. Saya tahu dia sangat kesakitan,” ujar Linda Amantillo, ibu dari Louise Amantillo, masih berharap putri kesayangannya tersebut masih hidup.
Proses pencarian korban di reruntuhan masih terus dilakukan. Dilaporkan, korban tewas telah mencapai hingga 113 orang. Terdata, masih terdapat 228 orang yang hilang dan belum diketahui keberadaannya. Para keluarga mahasiswa di Selandia Baru mulai berdatangan dari luar negeri, tanpa tahu kerabat mereka selamat atau tidak.
“Akan ada lebih banyak lagi keluarga yang menerima kabar buruk dalam hari-hari ke depan,” ujar Perdana Menteri Selandia Baru, Murray McCully.
“Ini bukan hanya tragedi bagi Selandia Baru, tragedi ini juga menimpa para keluarga di seluruh dunia,” ujarnya.(np)